Rabu, 30 Mei 2012

MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

a)      Strategi perjuangan bangsa Indonesia secara diplomasi
Setelah Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam konferensi Inter-Indonesia, kini bangsa Indonesia secara keseluruhan telah siap menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB). Sementara itu pada bulan Agustus 1949, Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda dipihak lain, mengumumkan pemberhentian tembak-menembak. Perintah itu berlaku efektif mulai tanggal 11 Agustus 1949 untuk wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatera.pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi untuk menghadiri KMB yang terdiri dari Drs Moh.Hatta (Ketua), Mr. Moh.Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr.J.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjoyo, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo.
Konferensi Meja Bundar diselenggrakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh Hatta, BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak KMB dan delegasi dari Belanda dipimpin oleh Mr. Van Marseveen. Dari PBB dipimpin oleh Crittchlay.
Pada tanggal 2 November 1949 perundingan diakhiri dengan keputusan sebagai berikut :
  1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat
  2. Penyelesaian soal Irian Barat ditangguhkan samapi tahun berikutnya
  3. RIS sebagai negara erdaulat penuh kerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang kepalai oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama.
  4. RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsensi, dan izin baru bagi perusahaan-perusahaan.
  5. Semua utang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS
b)      System politik ketatanegaraan pada masa RIS
Bentuk Negara Republik Indonesia pada kurun waktu 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950  adalah federal dengan sistem pemerintahan parlementer. Kabinet bertanggung jawab kepada parlementer ( Dewan Perwakilan  Rakyat ),dan apabila pertanggungjawaban itu tidak diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka dapat menyebabkan bubarnya kabinet.
Berikut adalah lembaga negara ( alat – alat perlengkapan federal RIS );
a.       Presiden
b.      Menteri – menteri
c.       Senat
d.      Dewan Perwakilan Rakyat
e.       Mahkamah Agung Indonesia
f.       Dewan Pengawas Keuangan
Di antara badan – badan ( kekuasaan ) tersebut, terdapat hubungan yang bersifat kerja sama dan pengawasan. Pembagian kekuasaan yang dimaksudkan itu adalah sebagai berikut ;
1.      Kekuasaan pembentukan perundang- undangan ( legislative ) yang dijalankan oleh pemerintah bersama – sama dengan DPR dan senat.
2.      Kekuasaan melaksanakan perundang – undangan atau pemerintahan negara ( eksekutif ) yang dilakukan oleh pemerintah.
3.      Kekuasaan mengadili pelanggaran perundang – undangan ( yudikatif oleh Mahkamah Agung ).
Konstitusi RIS yang bersifat federal federalistik tidaksesuai dengan semangat proklamasi, Pancasila, dan kepribadian bangsa. Oleh karena itu, muncul reaksi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga pemerintah federal mengeluarkan UU Darurat No. 11 / 1950, tentang tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS. Keadaan itu mendorong RIS berunding dengan Republik Indonesia untuk membentuk Negara Kesatuan. Tanggal 19 Mei 1950, disepakati membentuk kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUDS 1950.
Berdasarkan UUD RIS bentuk negara kita adalah federal, yang terdiri dari tujuh negara bagian dan sembilan daerah otonom. Adapun tujuh negara bagian RIS tersebut adalah :
  1. Sumatera Timur,
  2. Sumatera Selatan,
  3. Pasundan,
  4. Jawa Timur,
  5. Madura,
  6. Negara Indonesia Timur, dan
  7. Republik Indonesia (RI).
Sedangkan kesembilan daerah otonom itu adalah:
  1. Riau
  2. Bangka,
  3. Belitung,
  4. Kalimantan Barat,
  5. Dayak Besar,
  6. Banjar,
  7. Kalimantan Tenggara,
  8. Kalimantan Timur, dan
  9. Jawa Tengah.
Negara - negara bagian di atas serta daerah - daerah otonom merupakan negara boneka ( tidak dapat bergerak sendiri) adalah ciptaan Belanda. Negara - negara boneka ini dimaksudkan akan dikendalikan Belanda yang bertujuan untuk mengalahkan RI yang juga ikut di dalamnya. Bentuk negara federalis bukanlah bentuk negara yang dicita - citakan oleh bangsa Indonesia sebab tidak sesuai dengan cita - cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu setelah RIS berusia kira - kira enam bulan, suara- suara yang menghendaki agar kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin menguat. Sebab jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 menghendaki adanya persatuan seluruh bangsa Indonesia.
 Hal inilah yang menjadi alasan bangsa Indonesia untuk kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan golongan mereka yang setuju dengan bentuk negara Serikat (golongan federalis) semakin terlihat kejahatannya ketika Sultan Hamid dari Kalimantan Barat yang menjabat sebagai Menteri Negara bersekongkol dengan Westerling. Raymond Westerling melakukan aksi pembantaian terhadap ribuan rakyat di Sulawesi Selatan yang tidak berdosa dengan menggunakan APRAnya.
c)      Gerakan unitaris
Petualangan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) di Bandung pada bulan Januari 1950 menjadikan rakyat semakin tidak puas terhadap kondisi pemerintahan RIS. Oleh karena itu rakyat Bandung menuntut dibubarkannya pemerintahan negara Pasundan untuk menggabungkan diri dengan RI. Pada bulan Februari 1950 pemerintah RIS mengeluarkan undang - undang darurat yang isinya pemerintah Pasundan menyerahkan kekuasaannya pada Komisaris Negara (RIS), Sewaka.
Gerakan yang dilakukan di Pasundan ini kemudian diikuti oleh Sumatera Selatan dan negara - negara bagian lain. Negara-negara bagian lain yang menyusul itu cenderung untuk bergabung dengan RI. Pada akhir Maret 1950 tinggal empat negara bagian saja dalam RIS, yakni Kalimantan Barat, Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, dan RI setelah diperluas. Selanjutnya pada tanggal 21 April 1950 Presiden Sukawati dari NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan RI menjadi negara kesatuan.
Melihat dukungan untuk kembali ke NKRI semakin luas, maka diselenggarakanlah pertemuan antara Moh. Hatta dari RIS, Sukawati dari Negara Indonesia Timur dan Mansur dari Negara Sumatera Timur. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh pihak unitaris yang bertolak belakang dengan golongan federalis ini memang sudah begitu nampak, padahal pada saat itu mereka berada dalam satu payung negara RIS. Karena pada tanggal 14 Desember 1949 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, para wakilnya dari 16 Negara bagian RIS telah menandatangani Undang Undang Dasar Sementara sebagai Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Dimana ke-16 wakil-wakil dari Negara Bagian RIS itu adalah
·         Mr. Susanto Tirtoprodjo (Republik Indonesia),
·         Sultan Hamid II (Kalimantan Barat),
·         Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Indonesia Timur),
·         R.A.A. Tjakraningrat (Madura),
·         Mohammad Hanafiah (Banjar),
·         Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka),
·         K.A. Mohammad Jusuf (Belitung),
·         Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar),
·         Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah),
·         Raden Soedarmo (Jawa Timur),
·         M. Jamani (Kalimantan Tenggara),
·         A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur),
·         Mr. Djumhana Wiriatmadja (Pasundan),
·         Radja Mohammad (Riau),
·         Abdul Malik (Sumatra Selatan), dan
·         Radja Kaliamsyah Sinaga (Sumatra Timur).
Akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 diadakanlah konferensi antara wakil-wakil RIS yang juga mewakili NIT dan Sumatera Timur dengan RI di Jakarta. Dalam konferensi ini dicapai kesepakatan untuk kembali ke Negara Kesatuan RI. Kesepakatan ini sering disebut dengan PiagamPersetujuan, yang isinya sebagai berikut:
  1. Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RIS yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945.
  2. Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan kembali ke NKRI maka proses kembali ke NKRI tersebut dilakukan dengan cara mengubah Undang Undang Dasar RIS menjadi Undang - Undang Dasar Sementara RI. Undang Dasar Sementara RI ini disahkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dan mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian sejak saat itulah Negara Kesatuan RI menggunakan UUD Sementara (1950) dan demokrasi yang diterapkan adalah Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Jadi berbeda dengan UUD 1945 yang menggunakan Sistem Kabinet Presidensiil.
d)      Proses Kembalinya Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan
Bagian penting dari keputusan KMB adalah terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat. Memang hasil KMB diterima oleh Pemerintah Republik Indonesia, namun hanya “ setengah hati.” Hal ini terbukti dengan munculnya perbedaan dan pertentangan antarkelompok bangsa. Dua kekuatan besar yang saling berseberangan yaitu:
1. kelompok unitaris, artinya kelompok pendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. kelompok pendukung Negara Federal-RIS.

Dampak dari terbentuknya Negara RIS adalah konstitusi yang digunakan bukan lagi UUD 1945, melainkan Konstitusi RIS tahun 1949. Dalam pemerintahan RIS jabatan presiden dipegang oleh Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Perlu diingat bahwa dalam Konstitusi RIS 1949 tidak mengenal jabatan wakil presiden. Berdasarkan pandangan kaum nasionalis pembentukan RIS merupakan strategi pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah kekuatan bangsa Indonesia sehingga Belanda akan mudah mempertahankan kekuasaan dan pengaruhnya di Republik Indonesia. Kelompok ini sangat menentang dan menolak ide federasi dalam bentuk negara RIS.

Pada akhirnya kelompok unitaris semakin memperoleh simpati. Berikut ini sejumlah faktor yang memengaruhi proses kembalinya negara RIS menjadi NKRI.
1. Bentuk negara RIS bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2. Pembentukan negara RIS tidak sesuai dengan kehendak rakyat.
3. Bentuk RIS pada dasarnya merupakan warisan dari kolonial Belanda yang tetap ingin berkuasa di Indonesia.
4. Berbagai masalah dan kendala politik, ekonomi, sosial, dan sumber daya manusia dihadapi oleh negara-negara bagian RIS.

Pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno membacakan Piagam terbentuknya NKRI. Peristiwa ini juga menandai berakhirnya bentuk RIS. Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.
e)      Kehidupan Ekonomi Masyarakat Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
Pasca pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia di bidang ekonomi sangatlah kompleks. Berikut ini masalah-masalah tersebut.
1. Belum terwujudnya kemerdekaan ekonomi
Kondisi perekonomian Indonesia pasca pengakuan kedaulatan masih dikuasai oleh asing. Untuk itu para ekonom menggagas untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Salah satu tokoh ekonom itu adalah Sumitro Djoyohadikusumo. Ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia harus selekasnya ditumbuhkan kelas pengusaha. Pengusaha yang bermodal lemah harus diberi bantuan modal. Program ini dikenal dengan gerakan ekonomi Program Benteng. Tujuannya untuk melindungi usaha-usaha pribumi. Ternyata program benteng mengalami kegagalan. Banyak pengusaha yang menyalahgunakan bantuan kredit untuk mencari keuntungan secara cepat.
2. Perkebunan dan instalasi-instalasi industri rusak
Akibat penjajahan dan perjuangan fisik, banyak sarana prasarana dan instalasi industri mengalami kerusakan. Hal ini mengakibatkan kemacetan dalam bidang industri, kondisi ini mempengaruhi perekonomian nasional.
3. Jumlah penduduk meningkat cukup tajam
Pada pasca pengakuan kedaulatan, laju pertumbuhan penduduk meningkat. Pada tahun 1950 diperkirakan penduduk Indonesia sekitar 77,2 juta jiwa. Tahun 1955 meningkat menjadi 85,4 juta. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat berakibat pada peningkatan impor makanan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk kebutuhan akan lapangan kerja meningkat. Kondisi tersebut mendorong terjadinya urbanisasi.
4. Utang negara meningkat dan inflasi cukup tinggi
Setelah pengakuan kedaulatan, ekonomi Indonesia tidak stabil. Hal itu ditandai dengan meningkatnya utang negara dan meningginya tingkat inflasi. Utang Indonesia meningkat karena Ir. Surachman (selaku Menteri Keuangan saat itu) mencari pinjaman ke luar negeri untuk mengatasi masalah keuangan negara. Sementara itu, tingkat inflasi Indonesia meninggi karena saat itu barang-barang yang tersedia di pasar tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, harga barang-barang kebutuhan naik. Untuk mengurangi inflasi, pemerintah melakukan sanering pada tanggal 19 Maret 1950. Sanering adalah kebijakan pemotongan uang. Uang yang bernilai Rp,5,- ke atas berlaku setengahnya.
5. Defisit dalam perdagangan internasional
Perdagangan internasional Indonesia menurun. Hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki barang-barang ekspor selain hasil perkebunan. Padahal sarana dan produktivitas perkebunan telah merosot akibat berbagai kerusakan.
6. Kekurangan tenaga ahli untuk menuju ekonomi nasional
Pada awal pengakuan kedaulatan, perusahaan-perusahaan yang ada masih merupakan milik Belanda. Demikian juga tenaga ahlinya. Tenaga ahli masih dari Belanda, sedang tenaga Indonesia hanya tenaga kasar. Oleh karena itu Mr. Iskaq Tjokroadikusuryo melakukan kebijakan Indonesianisasi. Kebijakan ini mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha swasta nasional. Langkahnya dengan mewajibkan perusahaan asing memberikan latihan kepada tenaga bangsa Indonesia.
7. Rendahnya Penanaman Modal Asing (PMA) akibat konflik Irian Barat.
Akibat konflik Irian Barat kondisi politik tidak stabil. Bangsa Indonesia banyak melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Sebagai dampak nasionalisasi, investasi asing mulai berkurang. Investor asing tidak berminat menanamkan modalnya di Indonesia.





LATAR BELAKANG PERANG DUNIA 1


Latar Belakang Perang Dunia 1
            Perang Dunia 1 bermula di Eropa pada tahun 1914. Amerika Serikat pada mulanya tidak ikut serta dalam perang Dunia 1, meski merasa memiliki hak netral untuk tidak berpihak pada sisi manapun. Meskipun demikian, kedua blok dalam perang tersebut yakni Triple Entente (Blok Sekutu) dan Triple Aliansi (Blok AS) berusaha untuk mempengaruhi Amerika Serikat supaya masuk dalam Bloknya. Pada tanggal 4 Agustus 1914, ketika perang berkobar Presiden Wilson mengumumkan netralitas Amerika Serikat dalam perang itu. Sebagai Negara netral, Amerika Serikat mempunyai hak untuk bersikap yang secara historis dan meyakinkan berada di bawah naungan hukum internasional melalui kegiatan sebagai berikut :
1.      Amerika Serikat sebagai Negara netral dapat melakukan kegiatan menjual barang-barang senjata dan peralatan mesin perang yang lainnya dengan Negara yang sedang berperang. Sementara itu pihak Negara yang sedang berperang dapat menekan perdagangan ini dengan saling blockade untuk menghentikan iringan kapal yang membawa barang-barang tersebut, namun blockade harus efektif yakni dengan sejumlah kapal perang untuk patroli.
2.      Jika kapal dagang dari Negara netral atau musuh berlayar dan tertangkap, maka boleh dimiliki dan diambil alih dalam keadaan tertentu, namun tidak boleh ditenggelamkan sehingga membahayakan keamanan awak dan penumpangnya dibawah hukum itu dan kebijakan Amerika Serikat, hal ini menjadi tugas bagi Presiden Woodrow Wilson dalam perdagangan sebagai Negara netral.
3.      Ia juga harus menghadapi keluhan tentang kekerasan terhadap Negara netral dari Negara-negara yang berperang.
            Pemicu Perang Dunia 1 terkait terbunuhnya seorang pewaris tahta Austria-Hongaria yang bernama Pangeran Franz Ferdinand oleh seorang mahasiswa Serbia bernama Gavrilo Princip pada 28 Juni 1914. Meskipun dipicu pembunuhan ini namun ada latar belakang yang lebih realistic mengenai sebab-sebab meletusnya Perang Dunia 1 yakni terkait dengan terbentuknya Aliansi dan counterbalances yang berkembang antara kekuasaan di Eropa selama abad ke-19, sejak kekalahan Napoleon Bonaparte di Waterloo tahun 1815 yang menyebabkan terjadinya “terangkatnya” kekuasaan Napoleon Bonaparte di Negara-negara Eropa yang pada gilirannya sebagai akibat langsung adanya Revolusi Perancis (1789) yang menggulinggkan Monarki Perancis.
2.2 Keadaan Ekonomi Amerika Serikat setelah perang Dunia 1
a) Krisis Ekonomi
            Ekonomi Amerika Serikat Pascaperang kembali tidak normal, akibatnya pekerja menjadi tidak puas dengan meningkatnya biaya hidup, jam kerja menjadi panjang, dan manajemen yang tidak punya rasa simpati. Tahun 1919, lebih dari 4 juta jiwa pekerja mengadakan aksi mogok. Pada tahun 1920 telah diadakan pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Partai Republik Warren G.Harding. kemudian pada waktu itu untuk menjaga kemakmuran yang ada dibuatlah kebijakan pemerintah yang sangat konservatif. Hal ini diyakini bahwa akan dapat membesarkan usaha swasta yang pada akhirnya mampu membesarkan usaha swasta dan meningkatkan kemakmuran.   Ledakan ekonomi yang terjadi seusai Perang Dunia 1 berupa aliran keuangan yang hancur secara dramatis dan banyak negara meninggalkan sistem gold standard untuk menggantinya dengan sistem floating currencies.
            Pada tahun 1920-an, setelah perang usai, terdapat usaha untuk mengembalika sistem gold standards. Sistem ini mampu menciptakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi dunia industry di Amerika. Sepanjang tahun 1920, usaha swasta menerima dorongan yang substansial, termasuk pinjaman pembangunan, kontrak perantara yang menguntungkan, dan tunjangan langsung lainnya. Begitu juga kebijakan partai Republik di bidang pertanian mendapatkan kecaman besar karena para petani hanya mendapatkan sedikit kemakmuran bagi pertanian dan naiknya harga hasil pertanian. Hal ini disebabkan adanya permintaan akan produk pertanian Amerika yang tak terduga pada masa perang. Kemakmuran ini mendorong kuat para petani untuk berproduksi.
             Tetapi pada akhir 1920, permintaan masa perang yang berhenti mendadak, harga hasil pokok pertanian merosot tajam, hilangnya pasar luar negeri. Dengan begitu petani Amerika sulit menjual produk mereka di tempat yang Amerika tidak melakukan pembelian barang karena kebijakan tarif impornya sendiri. Perlahan-lahan pintu pasar dunia tertutup. Ketika terjadi depresi hebat (1930-an), harga hasil pertanian yang sudah lemah menjadi hancur.
            Undang-undang pajak tahun 1922 dan 1930 menjadikan nilai pajak masuk ke angka tertinggi. Yang kedua dari undang-undang Smooth-Hawley tahun 1930, menetapkan pungutan yang tinggi sehingga lebih dari 1000 pakar ekonomi meminta Presiden Herbert Hoover memvetonya. Depresi ekonomi 1929 ini dipicu  oleh jatuhnya bursa saham NYSE pada bulan oktober 1929 akibat ledakan spekulatif yang disebut Economic buble (gelembung Ekonomi). Kenaikan harga saham mengakibatkan terjadinya penjualan saham secara besar-besaran yang menyebabkan pasar saham runtuh dan indeks harga saham turun drastis. Instabilitas akibat depresi ini menghancurkan kondisi perekonomian Amerikia Serikat. Bahkan pengangguran semakin meningkat akibat ketidakmampuan pasar menyerap tenaga kerja dan daya beli masyarakat semakin menurun.
            Keadaan Sosial Ekonomi Amerika Serikat PraKrisis 1929, mengalami stagnansi dunia industri pada akhir tahun 1925, Kelebihan produksi di industri automobil pada tahun 1928. Kemudiaan peningkatan tingkat suku bunga dari 4,06% per tahun menjadi 7,6% per tahun pada tahun 1927. Hal ini disebabkan besarnya angka pembelian secara kredit yang tidak dibayarkan secara lancar dan juga besarnya modal milik orang-orang Amerika yang diinvestasikan di luar negeri.
            Peningkatan pola konsumsi masyarakat tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan, sementara masyarakat semakin banyak membeli barang-barang sekunder dengan sistem kredit. Akibatnya, kelebihan produksi yang kemudian membuat banyak barang tidak laku di pasaran. Hingga perekonomian Amerika Serikat pun memburuk dan mencapai puncak  pada saat jatuhnya nilai saham di Wallstreet pada tahun 1929.
            Pemerintah Amerika turut andil menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi 1929. Salah satunya adalah kebijakan proteksionisme (kebijakan melakukan perlindungan terhadap barang-barang produksi dalam negeri). Dalam kebijakan tersebut diberlakukan pajak yang sangat tinggi atas barang-barang import. Hal ini menimbulkan reaksi dari negara-negara lain yang kemudian turut menaikkan pajak yang tinggi atas barang-barang hasil produksi Amerika.
            Pihak bank nasional berusaha keras mengatasi krisis tersebut. Usaha yang dilakukan adalah dengan membeli saham-saham yang dijual tersebut dengan menggunakan cadangan uang bank yang merupakan dana masyarakat. Usaha tersebut tidak berjalan mulus karena ternyata sebagian besar nasabah menarik dana mereka dari bank sehingga bank pun tidak memiliki cadangan dana untuk menanggulangi krisis yang telah membuat perekonomian Amerika memburuk.
            Tepatnya pada hari Kamis, 24 Oktober 1929, nilai saham di Wall Street menurun drastis, yang mengakibatkan terjadinya “krach de Wall Street”. Pada hari tersebut, nilai saham di Wall Street sedang dalam keadaan yang tinggi sehingga banyak orang yang menjual sahamnya secara bersamaan. Terjadi 13 juta aksi penjualan saham secara bersamaan yang mengakibatkan jatuhnya harga saham.
            Krisis kelebihan produksi secara umum. Dalam bidang pertanian, krisis ini terlihat sebelum tahun 1929 dengan jatuhnya harga sejak tahun 1925-1926 di semua negara. Di bidang industri, krisis ini terjadi karena batas waktu pembayaran yang ditangguhkan pada tahun 1929 dengan alasan:
1. Bertumpu pada metode yang beraneka ragam yang dilakukan untuk menstimulasi konsumsi, terutama dengan penjualan kredit (Amerika Serikat).
2. Kebutuhan-kebutuhan yang dipenuhi masih tetap penting (kasus negara lain).  Namun suatu hari penawaran dari Amerika melebihi tingkat permintaan di wilayah Eropa padahal perekonomian Eropa sedang hancur karena perang.
            Dalam 18 bulan pertama 1929-1932, banyak bank kecil dan menengah yang bangkrut, sedangkan bank berskala besar tidak mengalami kebangkrutan. Politik moneter Amerika pada dasarnya membuat pertahanan akan mata uangnya sangat kuat dengan peredaran yang terbatas sehingga menghasilkan kestabilan harga, jumlah ekspor, dan lancarnya pengurasan cadangan emas dunia oleh AS. Pada tahun 1928, terjadi kekurangan kebutuhan atas mata uang sehingga masyarakat beralih ke kredit yang segera melampaui batas dan menimbulkan kejatuhan saham  dan 40 % nilai saham hilang. Bahkan setelah runtuhnya pasar saham, politikus dan pemimpin industry terus mengeluarkan prediksi optimis bagi perekonomian Negara. sampai tahun 1933 saham di Bursa Efek New York nilainya kurang dari 1/5 yang pernah tercapai pada puncaknya di tahun 1929. Akibatnya pabrik bangkrut bahkan tutup dan bank gagal berdiri sehingga menimbulkan pengangguran.
            Tahun 1930-an terjadi krisis keuangan yang memicu runtuhnya sistem pinjaman dan gold standard. Selanjutnya , AS menggantikan Inggris sebagai kreditor bagi perekonomian dunia, dan kala itu dolar AS menjadi mata uang ternkuat dan terpercaya di dunia internasional. Selanjutnya  Penggunaan teknologi modern dan juga dukungan pemerintah yang kuat di sektor tersebut, dan tatanan sosial dan ekonomi yang baik di masyarakat menjadi faktor pendukung kejayaan Amerika Serikat.
            Industri Amerika pun mengalami kemajuan yang pesat bahkan 44% produksi batu bara dunia dikuasai oleh Amerika Serikat. Dengan kemapanan ekonominya Amerika Serikat mampu memberikan bantuan ekonomi kepada Eropa untuk bangkit kembali dari keterpurukannya pasca perang. Gaya hidup masyarakat yang menggemari sistem kredit, menginvestasi uang mereka dengan membeli saham dan pola hidup konsumtif pun menunjukkan kemakmuran negaranya.
            Dapat dikatakan Depresi besar atau Great Depression merupakan suatu peristiwa kemerosoton atau depresi ekonomi terparah yang khususnya melanda Amerika, namun juga berpengaruh pada negara-negara lain di berbagai penjuru dunia. Peristiwa ini terjadi di tahun 1929 hingga awal 1940, yang mana disebabkan karena:
1.      Jatuhnya Bursa Saham (Stock Market Crash) di tahun 1929
                        Jatuhnya bursa saham pada bulan Oktober 1929 di Amerika atau yang lebih sering disebut  Black Tuesday disinyalir sebagai penyebab utama dari Great Depression. Peristiwa ini menyebabkan hampir seluruh pemegang saham mengalami kerugian yang ditaksir lebih dari empat milyar dolar Amerika. Pemerintah Amerika berusaha mengatasi dampak dari jatuhnya bursa saham dengan memaksa sebagian besar bank untuk tutup, akibatnya terjadi kepanikan yangefeknya tidak hanya dialami oleh penduduk Amerika melainkan sudah lintas negara. Kepanikanini membuat masyarakat yang khawatir simpanan mereka di bank hilang berbondong-bondongmendatangi bank yang masih buka untuk dapat menarik uang simpanan mereka. Hal ini secaracepat berimbas pada terjadinya kebankrutan di sejumlah bank, dan terjadinya Great Depression diakhir 1930 tidak dapat terelakkan lagi.
2.      Kegagalan bank (bank failures)
                        Sepanjang tahun 1930 setelah terjadinya stock market crash jumlah bank di Amerika danEropa yang lumpuh dan mengalami kebangkrutan semakin bertambah hingga mencapai 9000 bank. Pemerintah tidak lagi mampu memberikan jaminan terhadap simpanan yang terisisa,akibatnya bank dalam keadaan uninsured dan tidak lagi dapat memberikan pinjaman baginasabah. Keadaan ini semakin memperburuk situasi karena mayoritas masyarakat kehilanganuangnya, dan sehingga kesulitan ekonomi tidak hanya dirasakan oleh negara melainkan sudah berdampak pada masyarakat luas.
3.      Menurunnya daya beli masyarakat (Reduction in Purchasing)
                        Adanya stock market crash dan hilangnya simpanan masyarakat di bank menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan bahkan masyarakat tidak mampu membeli barang. Inimenyebabkan perusahaan harus berhenti melakukan produksi, dan akibatnya para pekerja pundiberhentikan sehingga angka pengangguran ketika itu naik hingga 25%. Ini menyebabkan roda perekonomian tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dan keadaan depresi ekonomi pun semakin parah.
b) Masa Presiden Franklin
            Franklin Delano Roosevelt adalah Presiden Amerika Serikat yang ke-32 dan merupakan satu-satunya Presiden Amerika yang terpilih empat kali dalam masa jabatan dari tahun 1933 hingga 1945. Pada itu Amerika mengalami puncak masa depresi lebih dari 13 juta rakyat Amerika tidak mempunyai pekerjaan, dan susunan perbankan tidak beraturan. Franklin D. Roosevelt memberikan harapan kepada rakyat Amerika dan berjanji akan mengambil tindakan tegas dan cepat. Salah satu pernyataannya yang terkenal pada amanat pelantikannya kepada bangsa Amerika adalah kebijakan New Deal yaitu ”Satu-satunya yang kita perlu takutkan hanyalah rasa takut itu sendiri”.
            Dalam pergertian lain New Deal merupakan perkenalan jenis reformasi sosial dan ekonomi yang sudah kenal lama di Eropa lebih dari satu generasi dan lebih jauh lagi New Deal mewakili puncak kecenderungan jangka panjang untuk meninggalkan kapitalisme laissez-faire (perekonomian tanpa campur tangan pemerintah) dan menginginkan peraturan reformasi dari Negara bagian maupun nasional yang diperkenalkan pada era progresif pemerintahan Theodore Roosevelt dan Woodrow Wilson (1880).
            Dalam pelaksanaannya New Deal adalah cepatnya peraturan-peraturan itu dibuat. Sebelumnya, peraturan yang dibuat dapat memakan waktu sampai beberapa generasi, banyak perubahan aturan dibuat terburu-buru dan pelaksaaannya lemah akibatnya beberapa peraturan malah saling bertentangan. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terputus atau terhenti, namun setelah diterapkan program New Deal mulai membangkitkan kembali kepercayaan dan minat masyarakat Amerika terhadap pemerintah. Dalam seratus hari pertama pemerintahan FDR mengusulkan rencana besar-besaran untuk:
1.      Menghidupkan kembali kegiatan perusahaan dan pertanian. Dengan cara mendirikan lembaga-lembaga baru di pemerintahaan yang menyediakan fasilitas kredit ringan untuk industri dan pertanian.
2.      Memberi bantuan kepada para penganggur dan kepada mereka yang terancam akan kehilangan ladang dan tempat tinggalnya. (lapangan pekerjaan untuk para pengangguran).
3.      Memperbaiki sistem perbankan dan kredit. Dengan langkah bank-bank ditutup terlebih dahulu dan dibuka kembali apabila telah membayar utang. Pemerintah mengunakan kebijakan inflasi mata uang yang moderat untuk mengawali gerakan peningkatan harga komoditas dan untuk membayar cicilan kepada para debitur.
            Pasca pemerintahan Roosevelt masa seratus hari pertama memegang jabatan, ia telah menunjukkan diri sebagai pemimpin negara yang cakap. Ia memperoleh dukungan rakyat yang unik dalam sejarah Amerika dalam melancarkan sebuah program percobaan yang bertujuan mencapai apa yang disebut sebagi sistem yang bersifat lebih sosial dan lebih demokratis.
            Program itu dikenal dengan nama "New Deal”. Pada 1936 di tahun pemilihan Presiden, revolusi damai dalam bidang ekonomi dan sosial yang dilancarkan oleh Presiden Roosevelt telah berhasil membawa perbaikan dan pembangunan kembali sebagian Amerika. Oleh karena itu ia dipilih kembali sebagai Presiden Amerika dengan jumlah suara yang besar.
            Selama jabatannya yang kedua, dari 1937 sampai 1940 Presiden Roosevelt menghadapi banyak kesukaran. Ia berbeda pendapat dengan Mahkamah Agung Amerika, perekonomian Amerika menderita kemunduran dan pada September 1939, perang pecah di Eropa dengan penyerbuan Jerman ke Polandia. Melalui perundang-undangan, Presiden Roosevelt berusaha untuk menghindarkan Amerika dari peperangan, tetapi di samping itu ia juga memperkuat negara-negara yang terancam atau diserang. Ketika Jepang menyerang Pearl Harbor di Hawaii pada tanggal 8 Desember 1941, Presiden Roosevelt memimpin pengerahan tenaga rakyat serta sumber-sumber yang ada untuk menjalankan perang total. Sebelum Amerika Serikat, Churchill telah menyusun sebuah Deklarasi delapan pasal yang terkenal dengan nama Piagam Atlantik. Program ini dapat dikatakan sebagai program perdamaian antara lain:
1.      Hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri.
2.      Jaminan perdamaian serta bebas dari kemelaratan dan ketakutan.
Dua di antara empat kebebasan yang dicantumkan Presiden Roosevelt dalam amanat tahunannya kepada Kongres pada Januari 1941 Kemudian adanya bentuk kebebasan itu antara lain :
·         Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
·         Kebebasan untuk beragama.
·         Kebebasan dari kemelaratan
·         Kebebasan dari ketakutan.
Karena merasa bahwa perdamaian dunia di masa datang akan tergantung pada hubungan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, Presiden Roosevelt banyak mencurahkan pikirannya untuk mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa, di mana kesulitan