Rabu, 30 Mei 2012

PERAN AMERIKA DALAM PD 1

Peran Amerika dalam Perang Dunia I
Perang Dunia I bermula di Eropa pada tahun 1914. Amerika sendiri pada awalnya tidak ikut serta dalam perang dunia itu. Mereka merasa bahwa mereka mempunyai hak netral untuk tidak berpihak pada sisi manapun. Meskipun demikian, kedua blok dalam perang tersebut, yakni sekutu dan As, berusaha untuk mempengaruhi Amerika supaya masuk kedalam blok mereka. Namun karena keduanya yang diwakili Inggris (sekutu) dan Jerman (As) dirasa oleh Amerika melakukan kegiatan-kegiatan yang provokatif seperti memesan senjata dari Amerika dan mengganggu kapal-kapal Amerika yang berlayar di perairan bebas, maka pemerintahan Presiden Woodrow Wilson memprotes kedua pihak itu.
Pada tahun 1914, perhatian publik Amerika terutama ditujukan pada masalah dalam negeri. Sementara itu kepresidenan dikuasai oleh partai demokrat yang menyuarakan tentang “kebebasan dan emansipasi negara-negara terjajah juga Amerika sebagai Negara kapitalis dan produsen’’.
Sejak 1899, partai ini memang berjuang melawan imperalisme didunia. Saat itu Department of State dipimpin Oleh William Jennings Bryan yang memadukan antara advokasi perdamaian dunia dengan piagam-piagam yang menentang perang dan imperalisme. Meskipun lebih mempedulikan urusan dalam negeri, namun pertikaian antara dua kekuatan imperalis di Asia dan Eropa tidak pula diabaikan. Dua blok, aliansi Jerman, Austria,dan Turki di satu pihak dan Inggris, Prancis dan Rusia di lain pihak, mendorong pihak mereka sendiri untuk meningkatkan kekuatan bersenjata mereka dengan membebankan pajak serta harga barang-barang yang tinggi kepada warga negara mereka masing-masing.
Presiden Wilson yakin bahwa bila pertikaian ini berlarut-larut, maka akan terjadi perang besar. Pada 4 Agustus 1914, ketika perang benar-benar berkobar, Presiden Wilson mengumumkan netralitas Amerika dalam perang itu. Dua minggu kemudian, dia menyerukan rakyat Amerika agar menyebar semangat itu. Dampak dari peperangan bagi Amerika bergantug dari apa yang dikatakan atau yang dilakukan oleh warga negaranya. “Setiap orang yang mencintai Amerika akan berbuat dan berbicara sesuai dengan semangat yang benar dari netralitas.’’
Meskipun presiden telah memberikan pernyataannya, namun rakyat amerika sebenarnya banyak yang menginginkan Amerika berada di salah satu blok. Orang-orang keturunan Inggris banyak yang condong pada Triple Etente (sekutu), sementara keturunan Jerman ingin berada dalam pihak Triple Alliance (As).  Namun demikian, tidak ada yang benar- benar mengharapkan Amerika langsung ikut terjun dalam peperangan. Sebagai negara netral, Amerika mempunyai hak untuk itu yang secara historis dan meyakinkan berada dibawah hukum internasional, antara lain:
1.      Negara netral bisa menjual barang-barangnya dan berdagang persenjataan maupun barang-barang lainnya dengan negara yang sedang berperang.
2.      Negara yang sedang berperang dapat menekan perdagangan ini dengan saling blokade untuk menghentikan iriingan kapal yang membawa barang-barang tersebut, namun blokade harus efektif yakni dengan sejumlah kapal perang untuk patroli.
3.      Jika kapal dagang dari negara netral atau musuh berlayar dan tertangkap, maka boleh dimiliki dan diambilalih dalam keadaan tertentu namun tidak boleh ditenggelamkan atau dirusak sehingga membahayakan keamanan awak dan penumpangnya.

Dibawah hukum itu dan kebijakan Amerika Serikat, hal ini menjadi tugas bagi Presiden Wilson dalam perdagangan sebagai negara netral. Ia juga harus menghadapi keluhan tentang kekerasan terhadap negara netral dari negara-negara yang berperang. Pemerintah Inggris membuat dua keputusan setelah Amerika menyatakan netralitasnya. Inggris menyatakan blokade baja di pelabuhan Central Powers dan mengawasi barang dari negara netral yang masuk darinya. Namun gangguan dari kapal-kapal selam Jerman membuat blokade ini tidak efektif namun Inggris menyatakan bahwa blokadenya telah efektif. Aksi-aksi Inggris tersebut telah mengganggu hak Amerika sebagai negara yang netral. Inggris terus menangkapi dan menahan kapal-kapal Amerika yang berada disekitar wilayah perairan negara-negara netral seperti Belanda Denmark dan Swedia saat menuju ke Jerman. Inggris menuduh bawah  Jerman telah menebar ranjau di lautan Utara yang diklaim oleh Inggris. Atas keputusan itu State Department di Washington memprotes bahwa Kebijakan Inggris tersebut bertentangan dengan hukum.
Sementara itu, pemerintah Jerman juga membuat aksi-aksi menentang hukum dan membahayakan warga negara dan properti Amerika di wilayah lautan tersebut. Jerman berpendapat bahwa wilayah yang diklaim Inggris merupakan zone perang dan akan menenggelamkan setiap kapal yang berlayar disana. Amerika memprotes kebijakan itu lewat Presiden Wilson pada 1915. Jerman pada saat itu mengancam akan menembak setiap kapal yang berlayar di sekitar perairan Britania. Namun Presiden Wilson menyatakan bahwa Amerika akan melindungi setiap kapal dan warga negaranya yang berlayar di lautan tersebut dan mengancam bahwa Amerika tidak akan menolerir tindakan Jerman tersebut bila berhubungan dengan hal tersebut. Saat itu 128 warga negara Amerika tewas ketika kapal Lusitania berbendera Inggris ditenggelamkan oleh Jerman.
Pemerintah Jerman saat itu khawatir akan adanya pernyataan perang dari Amerika. Kemudian mereka membuat kebijakan untuk melakukan peringatan kepada tiap kapal yang masuk ke daerah itu sebelum menembaknya bila melanggar, meskipun itu adalah kapal berbendera musuh. Amerika sempat mengultimatum akan memutuskan hubungan dengan Jerman atas kasus sebelumnya. Meskipun demikian, Wilson masih tetap mempertahankan kebijakan netral negaranya menghadapi persoalan perang Dunia I tersebut. Kebijakan itu membuat Woodrow Wilson semakin populer di kalangan rakyat dan pada tahun 1917, dia terpilih lagi menjadi presiden. Partainya sendiri mempunyai slogan untuk kampanye dirinya, yaitu “He kept us out of war.” Dalam pidato kenegaraanya pun dia menyebut-nyebut tentang “peace without victory. ”Setelah memulai masa jabatan keduanya, Presiden Wilson terus melannjutkan kebijakan netralitasnya. Namun seruan-seruan damainya untuk negara-negara yang berperang itu tidak membuahkan hasil.
Dalam pidatonya di Senat ,Presiden Wilson menekankan pentingnya Amerika dalam perdamaian dunia dalam prinsip “peace without victory”; hak-hak tiap negara untuk bebas dan memiliki pemerintahan sendiri: kemerdekaan Polandia; dan penolakan terhadap persekutuan untuk perang. Pada tahun 1917, Jerman melakukan perang kapal selam tak terbatas yang turut memakan korban kapal-kapal Amerika. Tanpa basa-basi lagi, Presiden Wilson langsung mengusir duta besar Jerman untuk Amerika, Count von Bernstoff, dan memutuskan hubungan dengan negara itu. Lalu dalam dua bulan, enam kapal Amerika ditenggelamkan. Melihat bahwa Jerman mulai menantang Amerika, Presiden Wilson mendesak konggres untuk menyatakan perang. Segeralah Amerika melakukan mobilisasi massa untuk  berperang di Eropa. Setelah mengadopsi resolusi perang, Kongres mulai membentuk dan membuat perencanaan untuk memenangkan perang. Lalu dengan cepat diputuskan bahwa pasukan sukarelawan tidak diperlukan dan angkatan perang diperbesar dengan perekrutan lelaki-lelaki yang mampu. Untuk mendukung hal tersebut, Kongres meningkatkan anggaran militer mereka sampai angka milliaran. Pajak dinaikkan di semua sisi. Kongres memberi kekuatan lebih luas pada presiden untuk mengontrol, mengatur, dan memberi komando pada hal-hal seperti sumber daya alam, industri, perburuhan, penjualan dan distribusi suplai makanan untuk resimen pasukan, semua profesi dialihkan untuk tujuan kemenangan dalam perang. Kebebasan untuk berbicara dan bertindak saat itu sangat dibatasi dalam Espionage and Sedition Act, Undang-undang paling ketat sepanjang sejarah Amerika. Tidak pernah terjadi sebelumnya bahwa seluruh aspek kehidupan di Amerika diatur sedemikian ketatnya. Presiden Wilson sendiri cukup piawai dalam membawakan tujuan perangnya pada rakyat Amerika sendiri atau dunia.  Pada diplomasi awalnya dengan Inggris dan Jerman, dia menekankan hak Amerika dalam perdagangan dan perjalanan sebagai negara yang netral.
Dalam pesannya pada April 1917, dia mengatakan bahwa Amerika berperang karena beberapa pertimbangan. “Dunia harus aman untuk berdemokrasi.  Kedamaian harus ditanamkan pada fondasi politik yang bebas. Kami tidak mempunyai tujuan pribadi. Kami tidak menginginkan untuk menguasai suatu negara. Kami tidak meminta ganti rugi atau kompensasi material untuk itu. Namun kami adalah satu dari pemenang hak asasi manusia.” Katanya. Lalu sang presiden juga menjelaskan slogan tentang ”war for democracy” sebagai “war to end war” untuk menetapkan perdamaian yang permanen di seluruh dunia, membuat perubahan dalam penetapan batas teritori yang dirasa selalu dipaksakan, dan menegaskan ukuran baru dalam hubungan internasional.
Tujuan-tujuan spesifik yang terangkum dalam empat belas poin dalam pidatonya di Kongres pada Januari 1918. Pokok-pokoknya yaitu: 
·         perjanjian terbuka untuk perdamaian;
·         hubungan terbuka untuk menggantikan perjanjian rahasia, intrik, dan persekutuan;
·         kebebasan navigasi di lautan;
·         penghilangan hambatan dalam perdagangan antar Negara;
·         penyusutan angkatan bersenjata;
·         kebebasan yang lebih untuk Austro-Hongaria;
·         dan asosiasi negara-negara untuk menjamin hak-hak dan perdamaian antar negara.
Pada saat itu pihak sekutu yang sudah diambang kekalahan mulai bangkit lagi semangatnya dengan kedatangan tentara Amerika. Sebaliknya pasukan Blok As yang terdiri dari Jerman, Austro-Hongaria, Bulgaria dan Turki mulai kelelahan setelah empat tahun berperang dan hampir meraih kemenangan. Pasukan Amerika yang masih segar bugar  bergabung dengan sekutu untuk menyerang blok As.
Dibawah Jenderal John J. Pershing, mereka memukul pasukan Jerman dari garis Hindenburg dan menduduki wilayah luas Meusse-Argonne. Di laut, marinir Amerika membantu Inggris menghancurkan blokade dari pihak As. Pada musim panas 1918 ketika pasukan Jerman mulai terdesak, mereka memohon kepada Amerika untuk berunding atas dasar empat belas pasal. Setelah mendapat kepastian akan permintaan Jerman ini dari wakil rakyat, Presiden Wilson datang dan bermusyawarah dengan pihak sekutu, lalu menyetujui usulan dari Jerman itu.

2.2 Usaha AS dalam Pembentukan LBB
2.2.1 Latar belakang berdirinya LBB
Berdasarkan akibat-akibat yang ditunjukkan dalam perang dunia I, jelaslah bahwa perang mendatangkan malapetaka bagi umat manusia. Di antara mereka timbul kesadaran untuk mengusahakan terciptanya dunia yang damai. Woodrow Wilson (AS) mengusulkan untuk mengakhiri perang dan menjamin perdamaian dunia supaya melaksanakan Peace Without Victory yang berisi hal-hal berikut:
(1). Perjanjian rahasia tidak diperbolehkan.
(2). Semua bangsa mempunyai kedudukan yang sama.
(3). Diadakan pengurusan persenjataan.
Atas dasar usulan Wilson yang disampaikan pada tanggal 18 januari 1918 inilah kemudian dibentuk Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Januari 1919 di Versailes, perancis.
2.2.2 Tujuan LBB
(1). Menjamin perdamaian dunia.
(2). Melenyapkan perang.
(3). Diplomasi terbuka.
(4). Menaati hukum internasional dan perjanjian internasional.
2.2.3 Sifat Dan Tugas LBB
(1). Merupakan badan untuk pemeliharaan perdamaian dan menjadi badan pengawas daerah perwalian atau daerah mandat LBB.
(2). Merupakan badan untuk mencegah perang dan menyelesaikan perselisihan secara damai.
(3).   Berusaha mengatasi masalah yang menyangkut ancaman perang.
(4). Berusaha mengintegrasikan dan mengoordinasikan lembaga-lembaga internasional yang sudah ada.
(5). Berusaha meningkatkan kerja sama dalam lapangan kesehatan, social, keuangan, pengangkutan, perhubungan, dan lain-lain.
(6). Memberikan perlindungan terhadap bangsa-bangsa minoritas.
2.2.4 Kegagalan LBB
Setelah berjalan beberapa puluh tahun, ternyata liga bangsa-bangsa tidak mampu menciptakan perdamaian. LBB tidak banyak memberikan banyak harapan. Pada saat itu terjadi pertikaian internasional dan liga bangsa-bangsa tidak dapat menyelesaikannya sehingga terjadi perang dunia II.
2.3  Korelasi Kebijakan Amerika di Perang Dunia I Dengan Doktrin Monroe
Doktrin Monroe (1823) presiden James Monroe menggariskan kebijakan luar negeri Amerika berkaitan dengan isu tentang Amerika Latin yang ketika itu menjadi perebutan antara aliansi Holy Alliance (Rusia, Prusia dan Austria). Prancis dan Inggris yang berusaha mempertahankannya sebagai sebuah koloni. Isi dari doktrin itu antara lain: “the American continents are not henceforth to be considered as sunject for future colonization by any European power. We should consider any attempt on their part to extend their political systemto any portion of this hemisphere as dangerous to our peace and safety. With the existingcolonies or dependencies of European power we have not interfered and shall not interfere. Butwith the government who have declared their independence and maintained it, and whoseindependence we have…acknowledged, we could not view any interposition for the purposeof oppressing them, or controlling in any other manner their destiny, by any European power inany other light than as the manifestation of an unfriendly disposition towards the UnitedStates.”Intinya, Amerika menolak segala intervensi pihak Eropa di Amerika. Namun demikian, Amerika akan berperang hanya bila terlebih dahulu diserang dan tidak akan memulai suatu pertempuran. Dalam kaitannya dengan doktrin Monroe diatas, kebijakan presiden Woodrow Wilson pada awal perang dunia 1 dirasakan sesuai dengan semangat perdamaian yang diterapkan Amerika sebelumnya. Wilson bahkan ketika itu tidak langsung menyerang Jerman ketika banyak rakyatnya mati pada insiden kapal Lusitania. Baru ketika Jerman semakin merajalela, Amerika mendeklarasikan perang. Presiden wilson dalam suatu pidatonya berpendapat bahwa warga negara dan properti Amerika adalah sepenuhnya tanggung jawab pemerintah Amerika. Perusakan atasnya adalah “pertanda permusuhan”. Namun diupayakan suatu cara-cara damai pertama kali. Dalam kasus Jerman ini, memang bukan teritori yang diserang akan tetapi Wilson menganggap bahwa penyerangan atas perdagangan, dalam hal ini kapal-kapal dagang Amerika, adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia mengenai hak hidup. Maka hal itu merupakan alasan kuat bagi Amerika untuk ikut serta dalam perang.
Setelah memenangkan perang bersama sekutu, Wilson tidak lantas membuat klaimatas wilayah-wilayah Amerika. Bahkan dia berusaha mencegah pihak sekutu untuk menaklukannya. Namun demikian sejumlah usahanya telah gagal termasuk meyakinkan negerinya sendiri atas piagam Liga Bangsa-Bangsa. Usaha-usaha Presiden Wilson untuk mengakhiri “perang dengan perang untuk demokrasi” telah membawa dilema bagi perdamaian dunia. Disatu sisi imperialisme Jerman bisa diatasi namun disisi lain kemenangan pihak sekutu telah membuat pihak tersebut merasa layak untuk berkuasa di dunia sehingga wajar bila perdamaian yang dicita-citakan Presiden Wilson menjadi kabur pada akhirnya, meskipun ia telah berusaha keras. Mungkin kesalahnnya karena ia “melanggar” doktrin Monroe tentang politik menarik diri dari konflik diluar Amerika. Namun ia pun harus membuat keputusan ketika ada hal-hal yang mengganggu kepentingan Amerika dan keputusan peranglah yang akhirnya harus dipilih. Dengan demikian Doktrin Monroe tidaklah menjadi suatu ikatan yang sangat ketat lagi dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat mengingat semakin bertambahnya kepentingan negara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar