Peran Amerika dalam Perang Dunia I
Perang
Dunia I bermula di Eropa pada tahun 1914. Amerika sendiri pada awalnya tidak
ikut serta dalam perang dunia itu. Mereka merasa bahwa mereka mempunyai hak
netral untuk tidak berpihak pada sisi manapun. Meskipun demikian, kedua blok
dalam perang tersebut, yakni sekutu dan As, berusaha untuk mempengaruhi Amerika
supaya masuk kedalam blok mereka. Namun
karena keduanya yang diwakili Inggris (sekutu) dan Jerman (As) dirasa oleh
Amerika melakukan kegiatan-kegiatan yang provokatif seperti memesan senjata
dari Amerika dan mengganggu kapal-kapal Amerika yang berlayar di perairan
bebas, maka pemerintahan Presiden Woodrow Wilson memprotes kedua pihak
itu.
Pada
tahun 1914, perhatian publik Amerika terutama ditujukan pada masalah dalam
negeri. Sementara itu kepresidenan dikuasai oleh partai demokrat yang
menyuarakan tentang “kebebasan dan emansipasi negara-negara terjajah juga
Amerika sebagai Negara kapitalis dan produsen’’.
Sejak
1899, partai ini memang berjuang melawan imperalisme didunia. Saat itu
Department of State dipimpin Oleh William Jennings Bryan yang memadukan antara
advokasi perdamaian dunia dengan piagam-piagam yang menentang perang dan imperalisme.
Meskipun lebih mempedulikan urusan dalam negeri, namun pertikaian antara dua kekuatan
imperalis di Asia dan Eropa tidak pula diabaikan. Dua blok, aliansi Jerman,
Austria,dan Turki di satu pihak dan Inggris, Prancis dan Rusia di lain pihak,
mendorong pihak mereka sendiri untuk meningkatkan kekuatan bersenjata mereka
dengan membebankan pajak serta harga barang-barang yang tinggi kepada warga
negara mereka masing-masing.
Presiden
Wilson yakin bahwa bila pertikaian ini berlarut-larut, maka akan terjadi perang
besar. Pada 4 Agustus 1914, ketika perang benar-benar berkobar, Presiden Wilson
mengumumkan netralitas Amerika dalam perang itu. Dua minggu kemudian, dia
menyerukan rakyat Amerika agar menyebar semangat itu. Dampak dari peperangan
bagi Amerika bergantug dari apa yang dikatakan atau yang dilakukan oleh
warga negaranya. “Setiap orang yang mencintai Amerika akan berbuat dan
berbicara sesuai dengan semangat yang benar dari netralitas.’’
Meskipun
presiden telah memberikan pernyataannya, namun rakyat amerika sebenarnya banyak
yang menginginkan Amerika berada di salah satu blok. Orang-orang keturunan
Inggris banyak yang condong pada Triple Etente (sekutu), sementara keturunan Jerman ingin berada dalam pihak Triple
Alliance (As). Namun demikian, tidak ada
yang benar- benar mengharapkan Amerika langsung ikut terjun dalam
peperangan. Sebagai negara netral, Amerika mempunyai hak untuk itu yang secara
historis dan meyakinkan berada dibawah hukum internasional, antara lain:
1. Negara
netral bisa menjual barang-barangnya dan berdagang persenjataan maupun
barang-barang lainnya dengan negara yang sedang berperang.
2. Negara
yang sedang berperang dapat menekan perdagangan ini dengan saling blokade untuk
menghentikan iriingan kapal yang membawa barang-barang tersebut, namun blokade
harus efektif yakni dengan sejumlah kapal perang untuk patroli.
3. Jika
kapal dagang dari negara netral atau musuh berlayar dan tertangkap, maka boleh
dimiliki dan diambilalih dalam keadaan tertentu namun tidak boleh ditenggelamkan
atau dirusak sehingga membahayakan keamanan awak dan penumpangnya.
Dibawah
hukum itu dan kebijakan Amerika Serikat, hal ini menjadi tugas bagi Presiden
Wilson dalam perdagangan sebagai negara netral. Ia juga harus menghadapi
keluhan tentang kekerasan terhadap negara netral dari negara-negara yang
berperang. Pemerintah Inggris membuat dua keputusan setelah Amerika menyatakan netralitasnya.
Inggris menyatakan blokade baja di pelabuhan Central Powers dan
mengawasi barang dari negara netral yang masuk darinya. Namun gangguan dari
kapal-kapal selam Jerman membuat blokade ini tidak efektif namun Inggris
menyatakan bahwa blokadenya telah efektif. Aksi-aksi Inggris tersebut telah
mengganggu hak Amerika sebagai negara yang netral. Inggris terus menangkapi dan
menahan kapal-kapal Amerika yang berada disekitar wilayah perairan
negara-negara netral seperti Belanda Denmark dan Swedia saat menuju ke Jerman. Inggris
menuduh bawah Jerman telah menebar
ranjau di lautan Utara yang diklaim oleh Inggris. Atas keputusan itu State
Department di Washington memprotes bahwa Kebijakan Inggris tersebut
bertentangan dengan hukum.
Sementara
itu, pemerintah Jerman juga membuat aksi-aksi menentang hukum dan membahayakan
warga negara dan properti Amerika di wilayah lautan tersebut.
Jerman berpendapat bahwa wilayah yang diklaim Inggris merupakan zone
perang dan akan menenggelamkan setiap kapal yang berlayar disana. Amerika
memprotes kebijakan itu lewat Presiden Wilson pada 1915. Jerman pada saat itu
mengancam akan menembak setiap kapal yang berlayar di sekitar perairan Britania. Namun Presiden Wilson menyatakan bahwa Amerika
akan melindungi setiap kapal dan warga negaranya yang berlayar di lautan
tersebut dan mengancam bahwa Amerika tidak akan menolerir tindakan Jerman
tersebut bila berhubungan dengan hal tersebut. Saat itu 128 warga negara
Amerika tewas ketika kapal Lusitania berbendera Inggris ditenggelamkan oleh
Jerman.
Pemerintah
Jerman saat itu khawatir
akan adanya pernyataan perang dari Amerika. Kemudian mereka membuat kebijakan untuk
melakukan peringatan kepada tiap kapal yang masuk ke daerah itu sebelum menembaknya
bila melanggar, meskipun itu adalah kapal berbendera musuh. Amerika sempat mengultimatum akan
memutuskan hubungan dengan Jerman atas kasus sebelumnya. Meskipun demikian,
Wilson masih tetap mempertahankan kebijakan netral negaranya menghadapi
persoalan perang Dunia I tersebut. Kebijakan itu membuat Woodrow Wilson semakin
populer di kalangan rakyat dan pada tahun 1917, dia terpilih lagi menjadi
presiden. Partainya sendiri mempunyai slogan untuk kampanye dirinya, yaitu
“He kept us out of war.” Dalam pidato kenegaraanya pun dia menyebut-nyebut
tentang “peace without victory. ”Setelah memulai masa jabatan keduanya,
Presiden Wilson terus melannjutkan kebijakan netralitasnya. Namun seruan-seruan
damainya untuk negara-negara yang berperang itu tidak membuahkan hasil.
Dalam
pidatonya di Senat ,Presiden Wilson menekankan pentingnya Amerika dalam
perdamaian dunia dalam prinsip “peace without victory”; hak-hak tiap
negara untuk bebas dan memiliki pemerintahan sendiri: kemerdekaan Polandia;
dan penolakan terhadap persekutuan untuk perang. Pada tahun 1917, Jerman
melakukan perang kapal selam tak terbatas yang turut memakan korban kapal-kapal
Amerika. Tanpa basa-basi lagi, Presiden Wilson langsung mengusir duta besar
Jerman untuk Amerika, Count von Bernstoff, dan memutuskan hubungan dengan
negara itu. Lalu dalam dua bulan, enam kapal Amerika ditenggelamkan. Melihat
bahwa Jerman mulai menantang Amerika, Presiden Wilson mendesak konggres
untuk menyatakan perang. Segeralah Amerika melakukan mobilisasi massa
untuk berperang di Eropa. Setelah mengadopsi resolusi perang,
Kongres mulai membentuk dan membuat perencanaan untuk memenangkan perang. Lalu
dengan cepat diputuskan bahwa pasukan sukarelawan tidak diperlukan dan
angkatan perang diperbesar dengan perekrutan lelaki-lelaki
yang mampu. Untuk mendukung hal tersebut, Kongres meningkatkan anggaran militer mereka sampai angka milliaran.
Pajak dinaikkan di semua sisi. Kongres memberi kekuatan
lebih luas pada presiden untuk mengontrol, mengatur, dan memberi komando pada
hal-hal seperti sumber daya alam, industri, perburuhan, penjualan dan
distribusi suplai makanan untuk resimen pasukan, semua profesi dialihkan untuk
tujuan kemenangan dalam perang. Kebebasan untuk berbicara dan bertindak
saat itu sangat dibatasi dalam Espionage and Sedition
Act, Undang-undang paling ketat sepanjang sejarah Amerika. Tidak pernah terjadi
sebelumnya bahwa seluruh aspek kehidupan di Amerika diatur sedemikian ketatnya.
Presiden Wilson sendiri cukup piawai dalam membawakan tujuan perangnya pada rakyat
Amerika sendiri atau dunia. Pada diplomasi awalnya
dengan Inggris dan Jerman, dia menekankan hak Amerika dalam perdagangan dan
perjalanan sebagai negara yang netral.
Dalam
pesannya pada April 1917, dia mengatakan bahwa Amerika berperang karena
beberapa pertimbangan. “Dunia harus aman untuk berdemokrasi. Kedamaian harus ditanamkan pada fondasi
politik yang bebas. Kami tidak mempunyai tujuan pribadi. Kami tidak
menginginkan untuk menguasai suatu negara. Kami tidak meminta ganti rugi atau
kompensasi material untuk itu. Namun
kami adalah satu dari pemenang hak asasi manusia.” Katanya. Lalu sang presiden
juga menjelaskan slogan tentang ”war for democracy” sebagai “war to end war”
untuk menetapkan perdamaian yang permanen di seluruh dunia,
membuat perubahan dalam penetapan batas teritori yang dirasa selalu
dipaksakan, dan menegaskan ukuran baru dalam hubungan internasional.
Tujuan-tujuan
spesifik yang terangkum dalam empat belas poin dalam pidatonya di Kongres
pada Januari 1918. Pokok-pokoknya yaitu:
·
perjanjian terbuka untuk perdamaian;
·
hubungan terbuka untuk menggantikan
perjanjian rahasia, intrik,
dan persekutuan;
·
kebebasan navigasi di lautan;
·
penghilangan hambatan dalam perdagangan
antar Negara;
·
penyusutan angkatan bersenjata;
·
kebebasan yang lebih untuk
Austro-Hongaria;
·
dan asosiasi negara-negara untuk
menjamin hak-hak dan perdamaian antar negara.
Pada
saat itu pihak sekutu yang sudah diambang kekalahan mulai bangkit lagi semangatnya
dengan kedatangan tentara Amerika. Sebaliknya pasukan Blok As yang terdiri dari
Jerman, Austro-Hongaria, Bulgaria dan Turki mulai kelelahan setelah empat
tahun berperang dan hampir meraih kemenangan. Pasukan Amerika yang masih
segar bugar bergabung dengan sekutu untuk menyerang blok As.
Dibawah
Jenderal John J. Pershing, mereka memukul pasukan Jerman dari garis Hindenburg
dan menduduki wilayah luas Meusse-Argonne. Di laut, marinir Amerika membantu
Inggris menghancurkan blokade dari pihak As. Pada musim panas 1918 ketika
pasukan Jerman mulai terdesak, mereka memohon kepada Amerika untuk berunding
atas dasar empat belas pasal. Setelah mendapat kepastian akan permintaan Jerman
ini dari wakil rakyat, Presiden Wilson datang dan bermusyawarah dengan pihak
sekutu, lalu menyetujui usulan dari Jerman itu.
2.2 Usaha AS dalam Pembentukan LBB
2.2.1 Latar belakang berdirinya LBB
Berdasarkan
akibat-akibat yang ditunjukkan dalam perang dunia I, jelaslah bahwa perang
mendatangkan malapetaka bagi umat manusia. Di antara mereka timbul kesadaran
untuk mengusahakan terciptanya dunia yang damai. Woodrow Wilson (AS)
mengusulkan untuk mengakhiri perang dan menjamin perdamaian dunia supaya
melaksanakan Peace Without Victory yang berisi hal-hal berikut:
(1).
Perjanjian rahasia tidak diperbolehkan.
(2). Semua
bangsa mempunyai kedudukan yang sama.
(3). Diadakan
pengurusan persenjataan.
Atas dasar usulan Wilson yang
disampaikan pada tanggal 18 januari 1918 inilah kemudian dibentuk Liga
Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Januari 1919 di Versailes, perancis.
2.2.2 Tujuan LBB
(1). Menjamin
perdamaian dunia.
(2).
Melenyapkan perang.
(3).
Diplomasi terbuka.
(4). Menaati
hukum internasional dan perjanjian internasional.
2.2.3 Sifat Dan Tugas LBB
(1). Merupakan badan untuk pemeliharaan perdamaian dan menjadi badan
pengawas daerah perwalian atau daerah mandat LBB.
(2). Merupakan badan untuk mencegah perang dan menyelesaikan perselisihan
secara damai.
(3). Berusaha mengatasi masalah yang menyangkut
ancaman perang.
(4). Berusaha mengintegrasikan dan mengoordinasikan lembaga-lembaga
internasional yang sudah ada.
(5). Berusaha meningkatkan kerja sama dalam lapangan kesehatan, social,
keuangan, pengangkutan, perhubungan, dan lain-lain.
(6).
Memberikan perlindungan terhadap bangsa-bangsa minoritas.
2.2.4 Kegagalan LBB
Setelah
berjalan beberapa puluh tahun, ternyata liga bangsa-bangsa tidak mampu
menciptakan perdamaian. LBB tidak banyak memberikan banyak harapan. Pada saat
itu terjadi pertikaian internasional dan liga bangsa-bangsa tidak dapat
menyelesaikannya sehingga terjadi perang dunia II.
2.3 Korelasi Kebijakan Amerika di Perang
Dunia I Dengan Doktrin Monroe
Doktrin
Monroe (1823) presiden James Monroe menggariskan kebijakan luar negeri Amerika
berkaitan dengan isu tentang Amerika Latin yang ketika itu menjadi perebutan
antara aliansi Holy Alliance (Rusia, Prusia dan Austria). Prancis dan Inggris yang berusaha mempertahankannya
sebagai sebuah koloni. Isi dari doktrin itu antara lain: “the American continents
are not henceforth to be considered as sunject for future colonization by any European
power. We should consider any attempt on their part to extend their political
systemto any portion of this hemisphere as dangerous to our peace and safety.
With the existingcolonies or dependencies of European power we have not
interfered and shall not interfere. Butwith the government who have declared
their independence and maintained it, and whoseindependence we
have…acknowledged, we could not view any interposition for the purposeof
oppressing them, or controlling in any other manner their destiny, by any
European power inany other light than as the manifestation of an unfriendly
disposition towards the UnitedStates.”Intinya, Amerika menolak segala
intervensi pihak Eropa di Amerika. Namun demikian, Amerika akan berperang hanya
bila terlebih dahulu diserang dan tidak akan memulai suatu pertempuran. Dalam
kaitannya dengan doktrin Monroe diatas, kebijakan presiden Woodrow Wilson pada
awal perang dunia 1 dirasakan sesuai dengan semangat perdamaian yang diterapkan
Amerika sebelumnya. Wilson bahkan ketika itu tidak langsung menyerang Jerman ketika
banyak rakyatnya mati pada insiden kapal Lusitania. Baru ketika Jerman semakin merajalela,
Amerika mendeklarasikan perang. Presiden wilson dalam suatu pidatonya berpendapat
bahwa warga negara dan properti Amerika adalah sepenuhnya tanggung
jawab pemerintah Amerika. Perusakan atasnya adalah “pertanda permusuhan”.
Namun diupayakan suatu
cara-cara damai pertama kali. Dalam kasus Jerman ini, memang bukan teritori
yang diserang akan tetapi Wilson menganggap bahwa penyerangan atas perdagangan,
dalam hal ini kapal-kapal dagang Amerika, adalah pelanggaran terhadap hak asasi
manusia mengenai hak hidup. Maka hal itu merupakan alasan kuat bagi
Amerika untuk ikut serta dalam perang.
Setelah
memenangkan perang bersama sekutu, Wilson tidak lantas membuat klaimatas
wilayah-wilayah Amerika. Bahkan dia berusaha mencegah pihak sekutu
untuk menaklukannya. Namun demikian sejumlah usahanya telah gagal termasuk
meyakinkan negerinya sendiri atas piagam Liga Bangsa-Bangsa. Usaha-usaha
Presiden Wilson untuk mengakhiri “perang dengan perang untuk demokrasi”
telah membawa dilema bagi perdamaian dunia. Disatu sisi imperialisme Jerman
bisa diatasi namun disisi lain kemenangan pihak sekutu telah membuat pihak
tersebut merasa layak untuk berkuasa di dunia sehingga wajar
bila perdamaian yang dicita-citakan Presiden Wilson menjadi kabur pada
akhirnya, meskipun ia telah berusaha keras. Mungkin kesalahnnya karena ia
“melanggar” doktrin Monroe tentang politik menarik diri dari konflik
diluar Amerika. Namun ia pun harus membuat keputusan ketika ada hal-hal yang
mengganggu kepentingan Amerika dan keputusan peranglah yang akhirnya harus
dipilih. Dengan demikian Doktrin Monroe tidaklah menjadi suatu ikatan yang sangat ketat lagi dalam kebijakan luar
negeri Amerika Serikat mengingat semakin bertambahnya kepentingan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar